Judul: Hotelicious (Trapped in the Hotel)
Penulis: Anna Swan
Penerbit: B First (Bentang Pustaka)
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Mei 2013
Tebal: xvi + 220
Ada yang mau bantu cariin?


BUKU ini sudah saya incar sejak lama. Setiap kali masuk toko buku, pasti larinya ke sudut rak trus pandangin buku ini lama-lama. Entah kenapa pasti malah ketarik beli buku lain. Akhirnya beli buku ini pun terpending hingga beberapa bulan kemudian.

Sabtu siang, jalan-jalan lagi ke toko buku. Lagi-lagi lirik buku ini. Pegang lama-lama. Sebenarnya rasa penasarannya simple, buku ini bahas tentang dunia frontliner. Nggak beda jauh dengan apa yang saya alami beberapa tahun belakangan. Tapi kali ini bukan di bank, melainkan di sebuah hotel taraf international. Ternyata penulisnya, Anna Swan, seorang karyawan hotel yang kerap selalu dapat posisi berurusan dengan costumer. Ditambah lagi, cover bukunya yang simple tapi keren. Akhirnya keambil deh!

Membeli buku ini sebenarnya ekspektasi saya nggak terlalu tinggi. Terlebih buku ini kayaknya jarang pun hilir mudik di media sosial, padahal terbitannya udah lumayan lama, Mei 2013. Karena jauh dari hiruk pikuk obrolan orang, kalau nanti ‘dibikin kecewa’ yah sudahlah. Teringat sewaktu beli buku Kedai 1001 edisi kedua, yang ternyata jauh lebih seru edisi pertamanya. *kesyewa

Buku karya Anna Swan yang berjudul Hotelicious Trapped in the Hotel saya lahap selepas siang tadi. Sengaja nggak pegang gadget dan sibuk di media sosial. Targetnya, buku ini harus tamat hari ini. Titik! Dan benar, rupanya jaga jarak dengan gadget dan media sosial bikin waktu lebih berkualitas. Menjelang maghrib bukunya langsung tamat dibaca.

Kembali lagi ke bukunya Anna.
Jujur, pertama kali buka dan baca ‘kata pengantarnya’ benar-benar langsung jatuh cinta. Buku ini guwek banget! Serasa kayak baca postingan blog. Lugas, ringan, seru, trus lucu! Benar-benar happy reading bacanya.
Buku ini membahas tentang Anna yang kepingin sekali kerja di dunia perhotelan. Passionnya memang dunia hotel. Awalnya ia kerja di restaurant. Kemampuan bahasa Inggrisnya bagus, yang bikin dia bisa kenal dengan Tak, seorang pembisnis dari Jepang yang menetap di London. Si Tak ini kaya raya. Kerjanya desain interior yang sering keliling dunia. Obrolan mereka di suatu hari, bikin Anna memberanikan diri meninggalkan dunia restoran dan terjun ke dunia perhotelan. Disini, dialog-dialog segar (dalam bahasa Inggris) antara Tak dan Anna lumayan seru. Kelihatan si Tak ini pengejar mimpi. Dan diskusi kecil mereka yang bikin Anna Swan semakin mantap!

Anna pun menempuh pendidikan khusus tentang dunia perhotelan. Di kampusnya ia diajarkan gimana cara benerin seprai, masak, nyuci baju sesuai bahan, bersihin WC, standar kebersihan lantai, dan lain-lain. Singkat cerita, menurut Anna, bekerja di hotel persis kayak Upik Abu bersertifikat. Hahaha..

Setelah mantap kuliah perhotelan di kampus, giliran magang langsung di hotel nya. Awalnya Anna kepingin magang di hotel Kuala Lumpur. Tapi Tak berkomentar lain. Menurut Tak, standar Hotel di Bali jauh lebih bagus ketimbang di KL. Akhirnya, Anna memilih magang di salah satu resort ternama di daerah Nusa Dua yang luasnya aja 18 hektar!! Mantap dah!

Disinilah keseruan cerita dimulai. Keseruan dia menghadapi customer, teman kerja, kerjaan di hotel, belum lagi tingkah para bule-bule di hotel, hingga masa magangnya selesai. 
Tapi selepas magang, Anna kembali ke Surabaya dan memilih kerja di hotel berbintang lima The Royal Surabaya. Keseruan dalam bekerja pun kembali dialami Anna. Mulai dari reseknya satpam hotel, customer marah-marah, orang kaya belagu, tingkah orang ndeso sewaktu nginap di hotel, sampe kehebohan anak-anak alay sewaktu bintang Korea nginap di hotel tempat ia bekerja.

Lucu! 
Seperti saya singgung di atas, gaya nulis Anna Swan renyah. Teringat kayak gaya nulisnya Trinity di buku Naked Traveler. Gaya nulisnya, blog abis. Nggak salah sih, lah si Anna ini juga blogger sejati.

Entah kenapa saya sekarang lebih suka buku-buku seperti ini. Yang gaya penulisannya lebih renyah, ringan, yang sekali duduk langsung tamat. Kayaknya lebih enjoy untuk dinikmati. Tapi diluar gaya penulisan Anna, yang bikin saya ha’qul yakin adalah; ternyata menulis itu nggak ribet
Lebih tepatnya, ide menulis itu nggak susah. Ada dimana-mana. Sederhananya, semua hal yang kita alami bisa jadi tulisan. Tinggal gimana caranya diolah ide sederhana itu menjadi tulisan yang menarik untuk dibaca.

Contohnya nih, si Anna ini diawal-awal  buku cuma ceritain gimana ribetnya ia cari tempat magang hotel. Kebingungan dia selepas kuliah. Nah, itukan simple sekali. Hahahaha… Tapi jadi seru buat diceritain. Kalau orang sirik, ah pengalaman gini aja dibukuin. Tapi kalo nulisnya bagus, hantu di hotel pun diceritain bisa jadi mengerikan. Pengalaman biasanya pun bisa menjadi cerita lucu.

Buku ini juga keren sebab ada quote-quote inspiratif di setiap judul ceritanya. Ini ditambah lagi dengan ilustrasi-ilustarasi lucu. Terkadang juga dibeberapa judul dilengkapi dengan foto-foto yang jadi pembahasan cerita. Over all buku ini seru. Jika diberi nilai antara 1-10, saya akan beri nilai 8!! Ditambah lagi nih, buku ini seakan mengajarkan kita untuk mengejar passion dan sabar meraih kesuksesan walaupun itu dari nol. Bayangin, si Anna ini dulunya cuma greeter, alias yang buka-buka pintu hotel. Tapi dasar orangnya pinter dan yakin bisa sukses, sekarang malah jadi sales and marketing setelah tiga tahun bekerja di hotel tersebut.

just amaze of my life these three years.” Kata si Anna waktu dia reunian dengan Tak di KL untuk merayakan kesuksesan hidup mereka.

Setelah buku Trinity, Dee Lestari, dan Khaled Hosseini, sepertinya karya Anna Swan akan masuk book list yang serialnya bakal saya buru. Ternyata buku Hotelicious ini ada beberapa seri. Buku yang saya baca ini seri pertama. Seri satu dan dua kayaknya susah cari di Banda Aceh.

Ada yang mau bantu cariin??

***



Di grup BASB (Blogger Aceh Suka Buku), sebagai postingan perdana kita sepakat untuk menulis 7 buku yang paling diingat, dikenang, atau paling memorable. Pengandaiannya jika ada banjir, perampokan, atau entah kejadian apa, buku-buku ini harta pertama yang diselamatkan selayak harta berharga lainnya.

Dan bagi saya yang telah mengoleksi buku sejak 2001 silam, 7 judul buku yang masih membekas hingga sekarang adalah:


1.       The Naked Traveler (TRINITY)
Semua seri the Naked Traveler dari nomor 1-4 saya koleksi. Kecuali serial bahasa Inggrisnya. Buku ini menceritakan perjalanan Trinity menjelajahi beberapa tempat di dunia. Berbeda dengan buku traveler kebanyakan,  karya Trinity ini menurut saya jujur. Jauh dari kesan promosi ataupun ‘hanya menceritakan hal baik’ saja. Segala hal yang ia alami selama perjalanan diceritakan secara gamblang. Masa bodo’ jika itu terdengar ‘kurang ajar’. Mungkin karena kejujuran inilah, bukunya sukses besar. Bahkan  dicetak hingga puluhan kali. Tapi ada beberapa bagian yang harus disensor dan edit, karena terlalu vulgar. Kalau penasaran dengan gaya tulisan Trinity yang menurut saya lincah, sambangi blognya www.naked-traveler.com



2.       Thousand Splendid Suns (Khaled Hosseini)
Nah, ini novel yang menurut saya gila! Gila dari penceritaan, penggarapan, dan diksi yang aduhai. Sangking gilanya dengan novel ini, saya terpaksa beli dua! Novel ini menceritakan tentang Mariam, perempuan Afghanistan yang harus bersuamikan pria jauh lebih tua darinya. Penyiksaan bertubi-tubi ia alami. Cerita makin seru dengan setting Afganistan diera kekuasaan Taliban. Point penting dari novel ini adalah diski yang menyentuh! Nggak ngerti gimana pintarnya Khaled Hoseini merangkum kata. Mengaduk emosi ketika baca. Dan berhenti berulangkali untuk sekedar tarik nafas, atau memahami setiap kalimatnya yang bernas. Tapi di buku dia yang ketiga, And TheMountains Echoed menurutku kurang menarik.  Mungkin karena penggarapannya terlalu metropolitan.



3.       Filosofi Kopi (Dee)
Untuk penulis Indonesia saya menggilai karya Dee. Semua karyanya saya koleksi. Dari bukunya Ksatria dan Bintang Jatuh, hingga Partikel yang tebalnya minta ampun. Dari semua bukunya yang saya sukai adalah Filosofi Kopi (selain Madre). Filosofi Kopi menurut saya, salah satu karya Dee yang paling monumental. Padahal jika ditelisik diksi/perpaduan kalimatnya biasa aja. Tapi selalu saya ada yang jleb, feel struktur cerita yang hebat. Begitu juga tema yang diangkat juga bukan hal membahana, tapi selalu bisa dirangkum dengan sempurna. Filosofi Kopi ini merupakan kumpulan prosa/cerita pendek. Di buku ini paling saya senangi adalah cerpen berjudul Filosofi Kopi, Mencari Herman, dan Rico de Coro.


4.       Life On the Refrigerator Door (Alice Kuipers)
Kenapa novel ini begitu mengesankan. Menurut saya karena cara penggarapannya yang berbeda. Tema novel ini sederhana. Tentang kesibukan yang luar biasa antara Ibu dan Anaknya. Sangking sibuknya mereka jarang berjumpa, jarang bertamasya bersama, atau sekedar makan malam. Komunikasi mereka hanya satu; lewat pintu kulkas. Jadi mereka saling menyapa lewat pesan singkat yang ditulis dan ditempel di pintu kulkas. Si Ibunya tanya ini, sreett di tempel di pintu kulkas. Trus anaknya jawab, sreettt jawabannya ditempel juga di pintu kulkas. Dan begitulah cara penggarapan novel ini. Setiap halamannya hanya bernarasi pesan-pesan mereka di pintu kulkas. Tapi walaupun begitu, konflik novel ini berhasil ditangkap baik oleh pembaca. Saya tahu ternyata Ibunya bermasalah dengan mantan suaminya, anaknya mengilai seorang cowok di sekolahnya, hingga sakit parah yang menimpa Ibunya. Dan ending novel begitu menyedihkan.


5.       ALIVE  72 Hari di Neraka Salju (Piers Paul Read)
Ini buku memoar yang menceritakan 16 pemain Rugbi asal Uruguay yang jatuh di pegunungan Andes gara-gara kecelakaan pesawat. Rencananya rombongan ini mau tanding di Argentina (kalau nggak salah), trus tiba-tiba cuaca buruk, dan blasshh…pesawat jatuh di pegunungan Andes yang ditutupi salju tebal. Maka disinilah dimulai pertarungan hidup. Stok makanan yang habis, mengharuskan mereka memakan mayat teman sendiri, dan minum air seni. Beberapa pesawat bantuan datang, tapi tak mampu mendeteksi keberadaan mereka di tengah salju. Akhirnya dua dari mereka terpaksa berjalan kaki, menerobos salju, menaiki berlapis-lapis gunung, dan akhirnya berhasil!! Sangking ‘mengerikan’ pengalaman ini, kalau tidak salah tahun 1993, buku ini diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama.


6.       From Beirut to Jerussalem
Membantu dan meringankan beban orang lain adalah hal yang paling membahagikan di dunia ini. Itulah yang dilakukan oleh Dr Ang Swee Chai. Dokter asal Singapore ini sengaja datang ke Israel sebagai tenaga medis. Layaknya pandangan kaum Barat kebanyakan, di mata Ang Swee Chai masyarakat Palestina adalah teroris dan merekalah penyebab setiap kekacauan di negeri Nabi itu. Tapi pandangan Ang Swee Chai berubah ketika ia sampai disana. Kebrutalan Israel menghamuk penduduk Palestina, membuat pandangannya berubah. Israel-lah sebenarnya pelaku kejahatan. Kehancuran menjadi-jadi. Dalam buku ini diceritakan juga pengalaman Ang Swee Chai ketika tragedy Sabra Shatilla. Termasuk juga koleksi foto-foto yang bikin terenyuh ketika melihatnya.


7.       Istana Kedua (Asma Nadia)
Yeah, dulunya saya penggila buku remaja Asma Nadia (sebelum ia fokus menulis buku rumah tangga). Ada banyak buku karya Asma Nadia yang saya koleksi. Dari sekian banyak, ada dua judul yang paling nendang hingga sekarang: Pesantren Impian dan Istana Kedua. Tapi jika harus memilih mana yang paling nggak bisa dilupakan, saya cenderung memilih Istana Kedua. Novel ini complicated! Konfliknya ribet, tentang suami yang ternyata punya istri lebih dari satu (kalo nggak salah ada 3 istrinya). Dan masing-masing istri punya konflik tersendiri. Sewaktu baca harus benar-benar fokus. Terlebih lagi permainan plot-nya yang luar biasa ‘berisik’. Bagiku ini salah satu karya terbaik dari Asma Nadia.

Nah, bagi saya inilah 7 buku yang nggak bisa dilupakan. Kalau kamu gimana??





Judul: CineUs
Penulis: Evi Sri Rezeki
ISBN: 978-602-7816-56-5
Penerbit: teen@noura
Penyunting: Dellafirayama
Perancang Sampul: Fahmi Ilmansyah
Layout isi: Nurul M. Janna
Tahun Terbit: Cetakan Pertama, Agustus 2013
Harga: Rp48.500
Tebal: xvi + 288

Selagi masih bisa bermimpi, maka teruslah bermimpi!
Mungkin ini terdengar klise. Tapi tanpa disadari dengan terus bermimpi siapapun akan merasa terus hidup, terus bergerak dan tumbuh tanpa menghiraukan segala rintangan dan cobaan.

Evi Sri Rezeki, penulis muda yang berhasil masuk dalam project Noura Books berusaha menyampaikan pesan ini melalui novel Cine Us bergenre remaja. Novel setebal  288 halaman ini dimulai ketika Klub Film yang digawangi Lena, Dion, dan Dania kesulitan mengajak siswa sekolah untuk menonton film produksi mereka. Bukan hanya kesulitan disaat menyebar brosur premiere, mereka juga kesulitan merekrut anggota baru.

Bertiga mereka harus jungkir balik meraih mimpi menjadi seorang sineas. Bahu membahu menyambung nafas demi keberlangsungan Klub Film yang mereka sayangi. Bayangkan untuk berkreasi mereka hanya beranggotakan tujuh orang dengan standar ilmu rata-rata. Citranya makin diperparah sebab minim prestasi. Pihak sekolah pun memberi ultimatum jika klub ini tidak berprestasi akan segera ditutup.

Klub Film menempati ruang kosong di pojok sekolah yang sempit dan berantakan. Sambil memproduksi film, sesekali mereka mengintip webseries pangeran Kodok yang booming di internet. Sangking tergila-gilanya Lena penasaran siapa sebenarnya Pangeran Kodok itu. Terlebih kemampuannya yang cihuy bisa diandalkan bagi klub film yang digawanginya. Maka rentetan kejadian pun dimulai dari sini.

Pencarian Anak Hantu yang muncul dari pohon angker di sudut sekolah, perselisihan Lena dan Adit yang dulunya sempat pacaran, pengkhianatan anggota klub, Dion yang dimanfaatkan oleh klub pesaing, hingga persaingan antar klub menghadapi Festival Film Pendek. Tak peduli ketika menghadapi cibiran, pengkhianatan, bullyan, bahkan kegagalan yang singgah di klub minim anggota ini. Bagi Lena, Dion dan Dania berkarya dan mengejar mimpi adalah segala-galanya.

Novel bersampul biru ini mengusung tema yang beda dan menarik. Sebagai pembaca saya mengacungkan jempol bagi penulis yang berhasil keluar dari tema klise novel remaja kebanyakan. Evi Sri Rezeki berhasil membuat cerita teentlint lebih cerdas dan tidak perlu menyek-menyek. Jujur ketika membaca novel ini saya seperti diajak untuk belajar tentang dunia perfilman. Informasi yang dijabarkan pun bukan sekedar tempelan penguat setting novel. Makin seru ketika di beberapa adegan kerap disisipi referensi judul film dan judul lagu yang sedang booming. Kelihatan sekali jika penulis menguasai apa yang ingin disampaikannya.

Selain hal baru di atas, di novel ini tidak berlaku mainstream cerita remaja yang tokohnya sempurna lahir batin layaknya FTV atau cerita kebanyakan. Seperti diketahui, banyak cerita remaja yang menampilkan tokoh pujaannya yang ganteng, tinggi putih, berjiwa petualangan atau pemain basket nomor wahid di sekolah. Tapi itu tak berlaku di novel ini. Ketertarikan tokoh sentral kepada lawan jenis lebih condong sebab kepinteran intelektual bukan ketertarikan fisik.

Contohnya Rizki yang jago bikin film, berkepribadian dewasa, semangatnya menggebu-gebu, yang bikin hati Lena klepek-klepek ternyata cuma cowok dengan postur dan wajah pas-pasan. Jauh dari kata sempurna sebagai cowok rebutan. Lena sebagai tokoh sentral juga seperti itu, hanya dari keluarga pas-pasan yang masih naik angkutan ke sekolah dan miskin uang jajan.

Evi juga berhasil membangun karakter tokoh pendukung yang dinamis dan kuat seperti Adit, Romi, Lena, Ryan, dan Dania. Hanya Dion yang bagi saya sedikit kabur dan kurang nendang. Dion digambarkan sebagai tokoh yang mengidap ADHD yang membuatnya sedikit telmi dan susah diajak berdiskusi. Tapi di bagian cerita lain, ia menjadi tempat curhat yang baik bagi Lena ketika ia ditinggalkan oleh teman-temannya dan juga tentang percintaan. Agak rancu sih menurut saya, Dion yang dulunya sering tidak nyambung ketika berbicara trus sibuk dengan dunianya sendiri, eh malah menjadi tempat curhat terbaik bagi tokoh sentral dengan permasalah yang kompleks.

Trus yang bikin takjub, keisengan Dion yang merekam semua kegiatan tidak  penting dari awal novel ini bergulir, ternyata menjadi point penting bagi keberhasilan tim Klub Film. Bagi saya ini benar-benar di luar dugaan, dan Evi berhasil membangun struktur ini dengan baik. Soalnya dari awal saya cuma berasumsi rekam merekam itu cuma remeh temeh penguat karakter Dion. Eh, nggak taunya ada sesuatu yang WOOWW di belakang sana!

Untuk pembahasan saya menilai novel ini cukup mengalir dan renyah. Beberapa dialog lucu bikin segar saat dibaca. Nggak garing trus nggak terlalu basi. Misalnya kayak percakapan antara Lena dan Ryan sewaktu Ryan izin mau ke kamar mandi.

"Lurus, belok kanan,mentok! Jangan lupa isi kotak amalnya!” (hlm. 196)

Hahahhaa...

Ditambah juga pembahasan bab nggak terlalu panjang dan bertele-tele. Masing-masing cuma bahas satu ide pokok. Jadi sewaktu membaca saya tidak merasa dijejal bertubi-tubi cerita. Makin manis sebab di beberapa halaman dilampirkan juga ilustrasi, walaupun nggak banyak tapi cukuplah untuk merileks sejenak. Terlebih novel ini lumayan tebal untuk ukuran teentlit.

Memang sih awalnya novel ini sedikit kaku dan membosankan. Mungkin karena bab awal lebih berkutat pada informasi pelengkap cerita. Ditambah lagi karena opening novel ini dibuka dengan prolog yang ceritain kejadian mereka setahun lalu. Hadeuuhh... padahal lebih manis kalau bagian itu diceritakan dalam dialog antar tokoh atau pada narasi cerita, nggak harus dijadikan prolog.

Selain itu saya juga menangkap ada yang missing yang bikin kening sedikit mengernyit. Misalnya konflik yang mulai terasa antara persaingan Adit dan Lena untuk memenangkan kompetisi Festival Film. Disini cerita persaingan mulai dikembangkan di halaman 30-31, ketegangan mulai dimunculkan. Puncaknya mereka berdua sepakat siapa yang kalah harus gulung kabel selama setahun dan cuci kaki si pemenang. Otomatis Lena kalang kabut. Dia berambisi untuk menang dan ambisi ini mengalir sepanjang cerita. Tapi anehnya teror-teror dari Adit yang awalnya muncul malah nggak disinggung sama sekali di bab-bab selanjutnya. Bagusnya tetap ada kek, disinggung beberapa kali di halaman. Ini berfungsi biarfeel panik dan buru-buru tetap terpelihara di benak pembaca. Pertarungan Adit dengan Lena ini baru disinggung lagi di halaman 181. Nah kan, jauh bener...

Missing adegan selanjutnya yang bikin gregretan tentang kelanjutan cinta Dania dan Dion. Agak mengagetkan sih, Dania yang mempunyai karakter tegas dan semangat itu ternyata menyimpan rasa suka ke Dion. Tapi anehnya kelanjutan cinta bikin kaget ini malah hilang nggak dibahas lagi di bab-bab selanjutnya. Sepertinya Evi lupa telah membentuk konflik baru. Akhirnya cinta dua sejoli ini malah mengambang hingga cerita tamat.

Begitu juga ketika Lena mendapat skors dari sekolah. Skorsnya lumayan lama lagi. Sangking lamanya bikin Lena panik dan takut pulang. Tapi bagian ini rupanya nggak berpengaruh sama sekali dengan jalan cerita dan tokoh Lena. Kayaknya cuma sekedar numpang lewat yang kalau dihilangkan juga tidak berpengaruh apa-apa di jalan cerita.

Nah, kalau untuk ending keren! Walaupun udah ketebak kalau cerita teentlit pasti tokoh sentralnya bakal menang atau juara. Tapi disini Evi berhasil membangun rasa penasaran pembaca untuk terus melahap novel ini hingga tuntas. Pinternya lagi, ketika mendekati ending Evi menghadirkan konflik-konflik baru sehingga tetap gregretan ketika dibaca. Semisal konflik Dion yang hilang tiba-tiba, konflik Romi dan Renata, bahkan  konflik berburu deadline untuk Festival Film. Cuma yang agak sedikit bikin feel saya ngedrop ketika tahu ending novel ini malah menampilkan epilog yang berjejal narasi kesuksesan mereka. Dan terkesan memaksa biar pembaca tahu, maksud judul novel Cine Us itu ini lhoo... Termasuk diborongnya juara dua dan tiga di Festival Film oleh pesaing Lena. Entah dibuat sengaja atau gimana, tapi yang pasti dibagian ini saya ngerasa kayak nonton FTV Indonesia.

Secara keseluruhan novel ini seru! Bahasanya renyah kayak makan kerupuk. Ia selayak oase di tumpukan teenlit yang sekarang bejibun dengan tema membosankan. Terlebih lagi di novel ini disisipi beberapa bagian skenario yang dibuat Lena. Jadi sambil membaca novel, pembaca diajak untuk mengetahui gimana sih cara menulis skenario itu! Yah, ngitung-ngitung belajar juga sih.

Tiba-tiba teringat dengan ungkapan follow your passion and success will follow you! Kayaknya ungkapan ini cocok banget untuk Lena cs.  Sebab menurut saya point penting dari novel ini adalah jangan pernah berhenti mengejar mimpi dan passion! Jangan peduli jika hujan badai halilintar atau banjir bandang datang bertubi-tubi. Yang penting fokus dan yakin!




Semua pertanyaan selalu berpasangan dengan jawaban.
Untuk keduanya bertemu, yang dibutuhkan cuma waktu

Dalam hidup Zarah selalu banyak pertanyaan yang muncul. Terutama ketika masa-masa ia tinggal di Batu Luhur. Ayahnya, Firas seorang dosen ITB ahli mikologi hidup dengan pemikiran tak biasa bagi masyarakat awam. Ia mencari tentang banyak hal. Mempertanyakan serta dan selalu mengamati fungi(jamur) yang diyakini asal muasal kehidupan ini. Tak takut dan acuh masuk ke Bukit Jambul, sebuah kawasan ‘angker’ yang diyakini tempat ribuan jin berkumpul.

Firas memutuskan tak menyekolahkan Zarah selayaknya bocah seusianya. Ia mengajari Zarah seorang diri. Mengajari struktur otak, homo sapiens, fungi, mikrobiologi, armillaria ostoyae, dan ilmu lainnya, terkecuali agama dan PMP.

Kegilaan Firas terhadap mikologi, Bukit Jambul dan pandangannya yang berbeda, kerap membuatnya disangka gila. Abah dan Umi, kakek nenek Zarah kerap beradu mulut. Pertikaian pun terjadi. Jarak semakin menganga. Hingga suatu ketika, Aisyah, ibu Zarah melahirkan anak ketiga. Suaminya tak ditempat. Terlalu sibuk di Bukit Jambul.

 Aisyah melahirkan bayi tak biasa. Dengan wujud tak sempurna. Dan ramai orang-orang mengatakan itu bayi kutukan setan Bukit Jambul. Keadaanpun semakin kacau. Abah, Umi, Aisyah membenci Firas. Lalu laki-laki itu memilih pergi suatu pagi. Dan meninggalkan empat jurnal penelitian ke Zarah. Jurnal yang dianggap sesat lantas dibakar Aisyah suatu hari.

Kehidupan Zarah berubah. Ia lari. Menembus Bukit Jambul seorang diri hingga tersungkur. Memutuskan masuk sekolah umum dan bertemu Kosoluchukwu Onyemelukwe, gadis Afrika yang mengkhianatinya suatu hari didepan. Zarah memilih menepi di hutan Kalimantan. Hingga pelarian ke Inggris mencari Firas melalui ID kamera yang didapatnya tiba-tiba.

Hebatnya, semua kejadian tersambung mengait.  Tak ada bagian cerita yang mubazir.

Sesak. Penuh. Complicatied novel ini.
Saya membacanya benar-benar tercurah lahir batin. Nggak seperti novel kebanyakan yang bisa dibaca pintas lalu. Membaca seri keempat Supernova ini, saya merasa menelan puluhan buku pintar dari berbagai disiplin ilmu.

Memang kesannya lebay. Tapi memang iya. Baru kali ini saya membaca novel Indonesia sedemikin rumit yang dipenuhi data-data. Bayangkan, di novel ini Dee menjabarkan mikologi, fungi, evolusi manusia, teori Darwin, disleksia, enteogen, orang utan, hutan Kalimantan, dunia photografer, iboga, corp circle, stonehenge, hingga UFO dan alien!

Haduh!

Makanya tidak heran, novel ini diselesaikan Dee dalam kurun waktu 8 tahun. Dee mengaku tak ingin buru-buru dan memaksa lahirnya novel ini tanpa “kekuatan penuh”. Konflik dasar novel ini simple; Zarah yang mencari Firas. Hilangnya Firas tiba-tiba, membuat Zarah mencari hingga ke Inggris.
Kekuatan Dee seperti buku-buku dia yang lain adalah; narasi deskripsi yang ditulisnya biasa saja. Tapi entah mengapa maknanya sampai nyungsep dibagian hati paling dalam. Sama seperti cerita MADRE yang ia garap.

Auk deh!! Gimana Dee bisa secerdik ini menggarapnya.

Cerdik yang sama dia paparkan dalam dialog-dialog tajam dipertengahan novel. Terutama dialog Zarah bersama Abahnya yang bertikai tentang pencipta alam semesta. Kritis. Tapi wajib hati-hati untuk dibaca.
Hati-hati yang sama juga ketika saya baca penjabaran Dee tentang kisah turunnya Adam Hawa ke dunia. Dihalaman 98, Dee menjelaskan jika Adam  Hawa turun ke surga sebab dihasut oleh Iblis yang berubah wujud jadi ULAR.

Hmmm.. sebagai muslim saya tak pernah mendengar kisah iblis berubah menjadi ular untuk menghasut Adam Hawa di surga. Ragu saya berulang bertanya kebeberapa orang yang lebih mengerti. Ternyata menurut Alquran, iblis hanya menghasut/membisik. Sedangkan berubah menjadi ular diyakini diamini oleh kepercayaan lain di luar Islam.

Hmm..
Saya tak mengerti kenapa point penting ini bisa terlewatkan. Makanya tak heran, sejak awal muncul novel ini banyak desas desus yang beredar dibagian part ini. Menjadi permasalahan sebab tokoh yang diangkat Dee (Abah, Umi, Aisyah, Zarah, Firas, dll) berlatarkan kehidupan muslim. Judul PARTIKEL pun berasal dari nama ZARAH, yang dalam konteks Islam berarti hal terkecil/atom/partikel. Ini terungkap di jurnal terakhir Firas yang menjadi penutup novel tebal ini.

Secara keseluruhan, bagi penikmat sastra buku ini patut dibaca. KEREN sekali!
Dari PARTIKEL kita belajar dari Dee, bagaimana seorang penulis harus serius, sungguh-sungguh dan sabar menggarap novel yang tebalnya hampir 500 halaman ini.

Selamat membaca!






Tadi siang saya membaca sebuah status dari penulis nasional. Di status itu diceritakan ketika Mesir masih dipimpin Gamal Abdul Nasser. Kala itu berlangsung program 6 Jam 1 Buku. Jadi setiap orang menamatkan buku dalam kurun waktu 6 jam.  Ingin mengadopsi cara ini, tapi rasanya kelimpungan. Nggak sanggup. Lantas penulis itu berujar, kenapa tidak dicoba 6 Hari 1 Buku.
Hmmm… menarik rasanya.

Jujur aku termasuk pembaca yang lambat. Membaca satu buku bisa menghabiskan beberapa hari untuk menamatkannya. Bahkan terkadang juga bisa tidak tamat. Terbengkalai di pertengahan buku. Sepertinya ini penyakit. Penyakit besar bagiku yang ‘ngakunya’ suka menulis. Menulis jarang baca?? Bahaya!

Maka disini harus dicari penawar sebagai penyembuh. Harus dicari obat ampuh agar penyakit ini sedikit reda, syukur jika hilang total. Lalu aku pun mengusul di status facebook untuk bikin gerakan #6Hari1Buku. Yup! Gerakan ‘pemaksaan’ untuk menamatan satu buku dalam kurun waktu 6 hari.

Ternyata ide ini disambut hangat. Banyak teman-teman yang nimbrung memberi usul ini itu. Maka disini ‘penyembuh’ penyakit itu mulai ada.
Disaat minat baca di Aceh mulai tumbuh marak, jaringan WIFI begitu mudah, nggak salah kedua kesempatan ini digabungkan menjadi gerakan postif. Lantas beberapa teman mengusulkan, gimana kalau menghimpun blogger yang suka baca! Jadi disini ada kegiatan aktif yang berlangsung secara sinergi; baca dan tulis.

Rupanya beberapa teman terdekatku sudah memulainya. Mereka umumnya sudah bergeliat dengan blog, lantas melahirkan ‘anak’ baru: blog khusus buku.
Di blog ini, mereka hanya membahas buku. Beda dengan blog induk yang umumnya berisi segala hal. Remeh temeh yang bercampur segala cerita. Terilhami, aku pun mencoba memulai. Dan melahirkan ‘anak’ blog baru dari keturunan www.ferhatt.com. Blog ini kuberi nama ferhatbook.blogspot.com

Aku termasuk orang cerewet, cepat marah jika koleksi bukuku di acak-acak nggak beraturan atau hilang. Kebetulan di rumah, aku punya koleksi buku yang mungkin kini berkisar 300 judul lebih. Sejak tahun 2000 aku mulai mengoleksinya dengan menghimpun sisa uang jajan ketika sekolah dulu.

Sampai kini banyak yang sobek, hilang karena tangan-tangan peminjam. Emosi, marah. Aku termasuk pemilih jika meminjamkan buku ke teman. Agak sedikit malas jika meminjamkan kepada teman yang sebenarnya setengah hati kalau baca buku. Selain lama dikembalikannya, ketika dipulangin keseringan lecek, kusam. Terlipat sana sini.
Begitu juga kalau di rumah. Kebetulan, aku punya lemari khusus yang menyusun koleksi buku. Sebagian buku tersusun di lemari ruang TV. Sebagian lagi di lemari kamar tidur. Nah, di ruang TV lemarinya nggak bisa dikunci. Alhasil, keponakanku paling sering mengobok-ngobok dan menarik-narik susunannya. Jika ketahuan, hiiiiiiaaaatttt aku langsung menjegal!

Karena kesukaanku dengan buku. Aku berencana jika punya rumah sendiri, ruang perpustakaan adalah ruang prioritas dibangun layaknya kamar tidur. Aku kepingin koleksi buku ini tersusun baik dalam suatu ruangan. Disana selain membaca aku bisa menulis banyak hal. Membaca di tepi jendela, melirik hal-hal sekitar, menghirup udara pagi, atau menatap langit adalah hal seru bisa dilakukan di ruang tersebut.

Dan sambil menunggu rumah pribadi benar-benar terwujud, nggak salah membangun ‘rumah’ maya terlebih dahulu. Berharap hadirnya blog ini bisa mencatat apa yang telah aku baca. Sehingga setiap pelajaran, manfaat dari buku bisa terus kuingat. 
Berharap adanya blog khusus ini penjadi penyemangat sekaligus cambukkan untukku biar makin kalap baca buku!
Maka inilah dia Ferhatbook peranakan dari Ferhatologi (www.ferhatt.com)

Saleum